hjonathans.com

View : 2698 kali


Khotbah
Kamis, 06 Februari 2020
PERIHAL MENGHAKIMI, KEBIASAAN MENGHAKIMI - Lukas 6:37-42

    Mungkin, tak seorangpun bebas dari kebiasaan saling menghakimi. Menghakimi amat dekat dengan menghukum. Yang melakukan penghakiman dan penghukuman adalah Hakim atau suatu Majelis Hakim. Tetapi sejak orang Israel dipenuhi dengan Hukum Taurat yang kemudian Dasa Firman mengalami pelebarannya menyangkut semua aspek bahkan bidang kehidupan, maka mulailah manusia memasuki suatu Zaman atau Era Legalistik.

    Era Legalistik adalah zaman di mana Allah memberikan Dasa Titah kepada Musa, yang mencatatnya dan kemudian membawa kedua loh batu Taurat itu kepada bangsa Israel.Seluruh Hukum Taurat akhirnya memenuhi Kelima Kitab yang disebut Lima Kitab Taurat, Pentateuch itu.Bahkan setelah Dasa Titah, maka para pejabat Isreal itu menambahkan  ratusan hukum lainnya menyangkut seluruh kehidupan umat dan bangsa Israel.

    PL mempunyai hakim-hakim, nabi-nabi, rabi, imam, kaum Parisi (Law Makers) dan Saduki (Law Keepers/ Judge/Court) mempunyai hubungan dengan umat dalam persoalan menaati hukum Taurat dan bagaimana melakukannya dengan benar dan tepat.  Tetapi yang meluap keluar dari sederetan "pejabat atas umat di Israel", terutama Parisi dan Saduki, adalah bahwa umat atau warga Israel kemudian juga mau melakukan proses dan eksekusi penghakiman dan penghukuman itu. Mereka hanya meminta hukuman itu dinyatakan oleh Pejabat Hukum yang berotoritas menyatakan verdict atau putusan hukumnya. Seperti Saulus dulu dulu pernah menyatakan persetujuannya agar Stefanus dibunuh. (Kisah 8).
    Umat yang kita sebut Umat Perjanjian Lama telah berkembang menjadi umat yang sendiri-sendiri menyandang wibawa sebagai hakim yang melakukan baik pra penghakiman, penghakiman dan penghukumannya sekali gus.

APA SAJA YANG KITA HAKIMI DAN BAGAIMANA ?

    Kita merasa cukup punya amunisi untuk menghakimi orang lain. Dulu ada Taurat Tuhan, sekarang kita dapat mengambil bahkan bagian-bagian dari Perjanjian Baru untuk menghakimi orang lain. Pokok persoalannya adalah bahwa kita langsung menuduhnya menjadi orang yang  bersalah, dengan demikian adalah orang yang tidak benar.
    Di samping aspek kehidupan keberagamannya, kita menghakimi bahkan seluruh aspek kehidupannya, dari rumah sampai salon,sampai tempat kerja , juga dalam relasi dengan orang lain. Kita bahkan tega memberikan cap negatif kepadanya dan memastikan bahwa cap negatif itu tetap akan dijatuhkan atas kepalanya.

    Kita mengukur orang lain berdasar pada
Usia,
Kekayaan,
Pekerjaan atau Jabatan,
Tampilan Fisik seseorang,
Gender, Jenis Kelamin,
dan ratusan karakteristik.
Apakah tepat atau tidak, pokoknya kita menempatkan diri kita menjadi lebih baik,(to make self look better) sering lebih tinggi dari orang lain, bahkan kalau dapat menjadi orang terbaik di antara semua (to be as close to the top), demikian penulis Glenn mencatatnya.
Dia gendut!
Ceking!.
Suka datang terlambat.
Rapornya jelek, merah.
Orangnya suka nipu.
Orangnya curang. (Slick).
Pelit!
Suaranya menjengkelkan!.
Ngomongnya medok banget!.

    Hukum Kaum Parisi itu tidak membawa kehidupan tetapi membawa perbudakan atau perhambaan. Tuhan tahu bahwa apabila para murid-Nya diserahkan kepada Hukum Taurat itu, maka mereka tak akan pernah akan memahami apa Injil itu, dan mengalami kasih karunia atau grace itu. 
Praktek pra penghakiman, penghakiman dan penghukuman berjalan dengan cepat. Dalam Yohanes 8 kita dapati Tuhan Yesus ingin supaya mereka yang menghakimi perempuan itu harus melakukan introspeksi juga, apakah diri mereka tidak berdosa. Tuhan katakan yang tak berdosa silahkan mengambil batu dan pertama melempari perempuan itu.

KALAU HUKUM RAJAM SAMPAI MATI BERLAKU.

     Saya ngeri sekali melihat praktek itu tatkala TV menayangkan bagaimana seorang perempuan di Pakistan atau di mana, terdengar menghina Alquran, maka ia langsung dibawa keluar, diadili oleh massa yang terdiri dari banyak pria muda, dan sebentar saja pendakwaannya , maka mulailah batu-batu besar dilemparkan ke kepala dan tubuh perempuan itu. Ia kemudian mati oleh hukum pelemparan batu. Saya harap hal hukuman mati sedemikian jangan terjadi di Tanah Air kita Indonesia.Ingat apa yang dialami oleh Malala Yousafzai itu? Seorang perajurit Al Qaida menembak kepalanya, namun Malala selamat setelah dirawat di London.

KEHIDUPAN KEBERAGAMAAN KITA BAGAIMANA?

    Kehidupan keberagamaan yang legalistik, semuanya diukur dengan Hukum yang outputnya adalah menjadi Bersalah atau Tidak Bersalah. Makin banyak hukum , makin banyak orang yang akan ternyata melakukan kesalahan dan patut dihakimi dan dijatuhi hukuman dari ringan atau sekedar denda sampai dihilangkan nyawanya.
    Praktek keberagamaan ini tidak hanya berkenaan dengan kehidupan beragama ,tetapi juga kehidupan sosial, eknomi dan bahkan bagaimana memperlakukan binatang dan alam sekitar. Kita akan terus berada dalam Masyarakat yang Menghukum, a Punishing Society.
    Secara pribadi, suatu penghakiman didorong untuk menyatakan bahwa si penghakim/hakim itu lebih baik, tidak bersalah seperti orang itu, dan patut mendapatkan tempat yang terhormat dalam masyarakat itu. Maling digebuk sampai mati. Tak ada yang peduli. Hukum juga mungkin tak terlalu berupaya menangkap mereka yang menghukum secara mematikan itu. Kalau pun tertangkap, hukumannya amat ringan, dua tahun. Lalu potong remisi ini dan itu, akhirnya menjadi hukuman yang amat ringan. 

TUHAN YESUS TIDAK DATANG UTK MENGHAKIMI.

    Tuhan Yesus tidak datang untuk menghakimi, tetapi untuk menyelamatkan. "Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia, bukan untuk menghakimi dunia, tetapi untuk menyelamatkannya oleh Dia". (Yohanes 3:17).
    Tuhan Yesus menolak menjadi Hakim Pengadilan Jalanan di Israel. Artinya penghukumannya segera dapat dilakukan di jalan, oleh sebab pasti ada cukup batu di sana untuk melaksanakannya.

THE LAW OF MERCY.

    Tuhan Yesus secara mencengangkan mengajarkan ajaran hukum dan kehidupan yang amat berbeda dengan apa yang diwarisi dari  Taurat Musa itu. Inilah yang disebut sebagai Hukum Kasih, Hukum Penuh Belas Kasihan, The Law of Mercy. Itu dimulai dari ayat 36, "Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati". "Be merciful, just as your Father is merciful". Merciful artinya penuh belas kasihan. Harus punya medelijden. Seperti kita selalu : Tuhan kasihani, Kristus kasihani, Tuhan kasihani kami". Have mercy on us Lord!.

LEMBAGA PEMASYARAKATAN dan  REHABILITASI.

    Dalam sejarah pengadilan Indonesia tidak menyebut penjara sebagai institusi penghukuman tetapi suatu upaya pemasyarakatan, artinya membina mereka melalui masa hukuman itu kembali menjadi warga masyarakat yang utuh, yang welcome, yang tidak bertindak jahat, atau korup, dll. Rehabilitasi Sosial yang Positif. Dalam bidang Narkoba, dilakukan Rehabilitasi Medis agar trbebas dari Adiksi atau Ketergantungan/Kecanduan atas Obat Terlarang itu.

    Sayang Lembaga Pemasyarakatan dan Panti Rehabilitasi menjadi justru Perguruan Tinggi Kejahatan melalui sharing dan pembinaan  praktek kejahatan bahkan Pusat Pengendalian Jual Beli Narkoba dan Peredarannya.    

    Mengapa kita juga dalam semua skala mau menghakimi orang lain? Soal penghakiman ini biasanya kita sampaikan kepada orang lain, tetapi yang dihakimi oleh kita sama sekali tidak tahu mengenai penghakiman kita. Itu namanya Silent Judgment. Tetapi ada juga Penghakiman yang kita lakukan secara Terbuka. Langsung terhadap orangnya, atau lewat Media Gosip atau Menjelekkan Orang atau Media Cetak atau Media Sosial atau bahkan Polisi dan atau Kejaksaan.

PERINTAH YANG AMAT BERBEDA.
     
    Tuhan katakan : Janganlah  kamu menghakimi, maka kamupun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamupun tidak akan dihukum; ampunilah, dan kamupun akan diampuni".(ayat 37).  
    Hendrikson menyatakan:"Tuhan menghakimi dan menghukum roh atau semangat CENSORIOUS atau
roh Pengecaman,
roh atau semangat yang mencari-cari kesalahan orang lain" Orang Belanda bilang, ada yang VIITERIG,     artinya
MENGHAKIMI SECARA KASAR ,
TERUS MENCARI-CARI KESALAHAN ORANG.
TAK BERBELAS KASIHAN SEDIKITPUN, TIDAK ADA KASIH,
senantiasa mengKRITIK,
MENYEPELEKAN ORANG LAIN,
KEANGKUHAN FARISI/SELF RIGHTEOUS, PELEBARAN BIDANG UNTUK BERDOSA,
sehingga meliputi lebih banyak bidang kehidupan yang dapat dikorup atau salah gunakan .
HARUS MENGAMPUNI

    Tuhan maju selangkah. Ia katakan: Kita harus mengampuni. Bila kita mengampuni, maka kita juga akan diampuni oleh orang lain dan oleh Tuhan. Ingat Doa Bapa Kami.Ampunilah,dan kamu akan diampuni.

HARUS MEMBERI.

    Tuhan lebih maju lagi, Berilah maka kamu akan diberi. Suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang, dan yang tumpah keluar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Full as full can be. Bahkan sampai tumpah. Dulu orang mempunyai kantung di depan tubuhnya. Itulah yang akan penuh sepenuh-penuhnya.
    Inilah yang disebut mendapat kemurahan. Kita harus mau memberi dengan murah hati. Kalau kita memberi maka kita akan menerima. Tekanannya adalah MEMBERI, sedangkan soal MENDAPATKAN ATAU MENERIMA bukan imperatif, tetapi akibat yang ditetapkan Tuhan bagi kita.
 
PERHATIKAN UKURAN YANG KITA PAKAI.
   
Sebab ukuran yang engkau pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu. Ukuran kebaikan kita akan juga dikembalikan kepada kita seperti yang kita berikan.


PEMIMPIN YANG BENAR; YANG VISIONER.

    Kita harus mengikuti pemimpin yang benar.Tak usahlah dalam berbagai bidang lain. Kita batasi saja dalam Gereja Tuhan. Pemimpin harus orang yang mempunyai mata yang awas. Jangan sampai ia buta. Kalau buta, maka kita semua kita tak dapat memimpin orang. Kalau tidak keduanya akan jatuh ke dalam lobang. Para pemimpin dalam Jemat, janganlah sampai Mulai dalam Rumah Tangga sampai di mana pun. Kita harus menjadi Pemimpin yang Visioner.

Pemimpin demikian tahu ke mana akan pergi.Tujuan bergereja pun akan tak jelas. Jalan yang harus ditempuh pun tak jelas.Bahaya-bahaya dalam perjalanan muncul. Akibatnya mereka berdua akan jatuh ke dalam lobang. Sepuluh tahun ke depan GPIB hendak mencapai Tujuan Besarnya/Visinya :"GPIB menjadi gereja yang mewujudkan damai sejahtera  bagi seluruh ciptaan-Nya". Mungkin Lima Tahun ke depan (2016-2021) GPIB harus sudah mampu menciptakan damai sejahtera bagi GPIB sendiri. Lalu, Lima Tahun Terakhir menuju Tahun KUPPG Jangka Panjangnya, ia harus mampu menciptakan Damai Sejahtera bagi seluruh ciptaan Tuhan. Bagi manusia, bagi Flora dan Fauna dan Alam Lingkungan atau Environment. Mungkin harus memilih ciptaan mana yang harus mengalami damai sejahtera Tuhan? Apakah bagi manusia-manusia yang miskin dan tertinggal dalam pendidikannya,ataukah membuat program Penghijauan dan Tanaman Mangrove yang melindungi pantai, ataukah menjaga habitat bagi binatang buas dan dengan demikian membatasi perkebunan tanaman industri yang memangkas habitat itu? Ataukah juga peduli ke mana manusia-manusia miskin akan digeser tatkala mereka harus meninggalkan tanah miliknya oleh sebab ada pembangunan kolosal perumahan mewah dan mall mewah menggusur mereka?  Mungkin perlu pembatasan mengenai istilah : seluruh ciptaan-Nya. GPIB harus membuat Urutan Prioritas PKUPPG 10 Tahun mendatang secara SMART, Specific, Measurable, Reasonable dan Time bound. Gereja bukan Negara yang memiliki semua muasa dan sumberdaya untuk memberikan semua itu kepada semua rakyat dan alam lingkungannya. Sumer daya GPIB terbatas. Tetapi Pengelolaan seluruh Potensi dan Sumber daya GPIB melalui Penyusunan Prioritas Program dan Anggaran PKUPPG serta manajemen yang tepat dan terukur seperti dinyatakan dalam SMART, akan membawa GPIB kepada kemampuan mencapai sebagian dari KUPPG Jangka Panjangnya, sehingga dapat merencanakan lagi KUPPG Jangka Panjang III, 2026-2046. 

GURU DAN MURID.
    
    Guru yang baik dan muridnya. Selama pendidikan Guru lebih banyak pengetahuannya. Tetapi seorang murid telah menamatkan pelajarannya, ia akan sama dengan gurunya. Harus diadakan Program Studi Lanjutan. Guru yang baik adalah Guru yang memimpin dan membentuk muridnya menjadi:
 
1. Tidak Menghakimi (Non-judgmental),
2. Tidak Menghukum (Uncondemning),
3. Pengampun.(Forgiving). 
4. Pemberi. (Giving).      

    Siapakah yang dimaksud Yesus Kristus dengan orang yang di dalam matanya terdapat balok yang besar? Kalau saja ada pasir masuk mata, kita kelilipan, alangkah sakit dan menjengkelkannnya. Bayangkan bagaimana menderita nya kalau sebuah balok sebesar batang korek api menancap di bola mata kita. Ini bukan tentang sepasang mata bola yang cantik itu. Segera saudara akan tahu siapa pemenang pertandingan bola, Piala Sudirman, apakah AREMA KRONUS  atau MITRA KUKAR/ Kutai Kartanegara.

SELUMBAR BERBANDING BALOK

Balok di mata itu tidak menyakitkan secara fisik. Balok itu menggambarkan kekurangan Psikis, Mental , Etis dan  Moral dalam memandang sesama diri dan sesama kita. Kita tidak memahami kekurangan kita tetapi malah secara amat cermat dan kritis bisa melihat kelemahan, kekurangan, kesalahan  orang lain yang terkecil sekali pun. Kita teramat prihatin dengan dosa orang lain, padahal dosa atau kelemahan atau kekurangan kita tidak kita lihat atau rasakan apalagi akui. Kita bahkan melupakannya, atau berpura-pura saja melangkah kebalikannya.

Kita harus bertanya, selumbar apakah yang paling menarik hati kita untuk melihatnya dalam mata saudara atau sesama kita? Apakah yang paling suka segera kita kritik terhadap orang lain atau tertentu? Mungkin kita malah akan sadar bahwa sebenarnya kita tidak dapat banyak berkata tentang kekurangan atau kelemahan sesama kita itu. Lebih lagi, bahwa ternyata kita mempunyai kelemahan yang sama. Mengeluarkan selumbar dari mata saudara kita adalah perbuatan terpuji. Tetapi harus dengan mata yang sungguh bebas dari balok (yang sama dengan sepuluh lembar selumbar) piskhis,mental, etis  dan  moral kita sendiri.
Stoplah di sana.


MUNAFIK: JANGAN!.

    Akhirnya, terhadap orang  MUNAFIK. Dari kesadaran Kristiani kita, kita tak dapat berdiam diri terhadap orang yang demikian. Orang yang kelakuannya  berbeda dari perasaannya. Seorang munafik adalah orang yang memperlihatkan bahwa ia seorang yang saleh tetapi sebenar nya bertujuan mendapatkan perhatian, pembenaran, atau malah dikagumi oleh orang lain."Sepandai-pandai tupai mel oncat, sekali kelak ia akan jatuh juga". Sepandai-pandai bermunafik, sekali kelak akan ketahuan juga aslinya. Bagi orang percaya, yang terbaik adalah bersikap benar dan jujur dalam perkara apapun. 

DUNIA INI........
Achmad Albar pemimpin Band The Godbless bernyanyi: "Dunia ini, panggung sandiwara .......".
Buat kita yang percaya, harus kita katakan: DUNIA BUKAN PANGGUNG SANDI WARA,
DUNIA ADALAH PENTAS KEBAIKAN, KEJUJURAN dan AKUNTABILITAS kita di hadapan Allah dan di tengah sesama kita, di mana pun kita mengabdi. Amin.









Arsip Khotbah:

Jumat, 15 April 2022
PENYALIBAN YESUS, PARA PRAJURIT BERTUGAS SEPERTI BIASA, IBU YESUS DAN MURID-NYA YANG TERKASIH

Minggu, 20 Maret 2022
REFORMASI DAN KOLABORASI RAJA JOSAFAT - 2 Tawarikh 17:1-12

Minggu, 20 Februari 2022
PERSIAPAN JOSHUA MERAIH SUKSES - YOSUA 1:1-8

Minggu, 16 Januari 2022
UCAPAN BERBAHAGIALAH - Matius 5:1-10

Minggu, 19 Desember 2021
PARA UTUSAN PENGABARAN INJIL (Kisah 12:24-13:1-3)

Minggu, 19 Desember 2021
Mari kita naik ke gunung TUHAN, Sion. (Yesaya 2:1-5,54:10c)

Kamis, 24 Desember 2020
SEBAB BAGI ALLAH TIDAK ADA YANG MUSTAHIL - Lukas 1: 26-38

Minggu, 20 Desember 2020
MARIA's BEZOEK AAN ELISABET

Sabtu, 21 Nopember 2020
WIE IS JEZUS ? Hebreeen 1:1-4

Minggu, 15 Nopember 2020
IBADAH BERBAHASA BELANDA GPIB Jemaat Ora et Labora Serpong Minggu, 15 November 2020 (VIDEO YOUTUBE)

Arsip Khotbah..

Nama saya Hallie Jonathans. Saya lahir di Depok, pada tanggal 6 Juni 1945.

Setelah tamat STT Jakarta, saya berkecimpung dalam pelbagai kegiatan oikoumenis dan beberapa kegiatan kemasyarakatan. Kegiatan kegerejaan dilakukan secara penuh dalam sebagian besar level pekerjaan gerejawi.

Saya adalah Pendeta Emeritus GPIB, 01 Juli 2010 serta menjabat sebagai Ketua Badan Penasihat Gereja Preotestan di Indonesia (2010-2015).

Nama istri saya: Inneke Jonathans-Huwae. Saya lebih berorientasi ke depan, oleh sebab itu saya terfokus untuk berbagi dalam perkara hari ini dan hari esok.

Terpujilah Tuhan Yesus Kristus.