hjonathans.com

View : 1246 kali


Khotbah
Kamis, 06 Februari 2020

RUMAH DOA BAGI SEGALA BANGSA - Markus 11:15-19
Pdt. Hallie Jonathans

Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus.

Pengutukan Pohon Ara karena berdaun lebat tetapi tidak menghasilkan buah menjadi suatu contoh bagi Isreal yang tidak menghasilkan buah bagi kebaikan dan kesejahteraan di sekelilingnya.
Pohon ara membutuhkan tiga tahun sebelum dapat berbuah. Dua kali dalam setahun dilakukan pemetikan buah ara. Pohon bertumbuh dengan saat yang sama daunnya melebat. Tetapi tahun itu tak ada penuaian pohon ara itu, atau pemetikan buahnya. Pohonnya nampak begitu menjanjikan, tetapi ia tidak menghasilkan buah. Umat Israel itulah yang merupakan Pohon Ara. Pohon ara itu harus menghasilkan buah rohani bagi dunia, tetapi lihat, apa yang dihasilkannya. Hanya daun-daun yang indah saja. Siapapun datang kepada Israel, tidak ada hal rohani yang dapat dinikmatinya.

Saya melihat bagaimana tentara Isreal mengintrerogasi anak-anak Palestina mulai usia lima tahun dan menanyakan siapa yang menyuruh mereka melempari tentara dan kendaaraan perang Israel. Anak-anak it uterus diliputi ketakutan diinerogasi dan diambil dari keluarganya. Akibatnya terjadi trauma psikologis yang menakutkan dalam anak itu, ia menjadi mencurigai semua orang di sekitarnya. Ia tidak dapat bertumbuh normal menjadi manusia yang utuh, sebab ia diliputi ketakutan menahun dan tak pernah tenang dalam kehidupannya. Apakah mereka dapat belajar dengn tenang, menuntut ilmu dan menjadi sarjana-sarjana yang luar biasa? Nanti mereka akan direkrut oleh Kelompok Keras di Palestina dan menjadi bahkan Pagar Hidup, menjadi barisan manusia yang ditempatkan di depan dalam front perang, yang pertama mati kalau ada serangan dari Israel. Lepas dari mulut harimau, segera masuk ke dalam mulut buaya, begitulah kiranya keadaan mereka.

Pembanguan Real Estate Israel diteruskan begitu saja. Orang Isreal tinggal di rumah estate bahkan di atas tanah yang seharusnya dimiliki oleh Palestina,dan orang Palestina tinggal di rumah yang setengah hancur oleh akibat serangan mortar dan bom Israel.

Apakah kita peduli akan keadilan sosial bagi semua orang di dunia? Kita bahkan sibuk mengurusi tanah kita saja, dan itupun tak dapat diurus dengan baik.
Kita gemar sekali membuat Bazaar. Kita mengumpulkan berbagai dagangan dan menjualnya lalu mendapatkan keuntungan yang lumayan besar. Kita menjadikan pekarangan Gereja bahkan Tempat Bazaar dan Pertunjukan Seni dan Tiontonan lainnya. Pada saat itu saya nelongso juga, sebab tatkala Bazaar ramai dengan hingar bingarnya, saya harus berkhotbah  lebih kuat sebab banyak suara luar masuk ke gedung gereja. Katakanlah Ibadah telah selesai, selanjutnya ramai sekali pekarangan gereja. Semakin hebat suara dan sukacita menjual dan membeli di sana. Lagu surgawi terhenti , lagu duniawi bergema. Mata dan perangai kita menjadi rata-rata duniawi. Semua itu buat gereja juga, buat Pembangunan Ekonomi Gereja. Sebaiknya Gereja bikin Badan Usaha Milik Gereja saja, supaya jangan ambivalen nampak usaha PEG.Hanya usahanya harus tetap dalam koridor bergereja.

    Gereja dan jalan-jalan juga sedang trend. Harus dijaga GPIB jangan menjadi singkatan Gereja Pariwisata di Indonesia dan Buitenland  alias overseas. Jangan salah pilih penerbangan yah. Mengerikan. Apalagi tujuan wisatanya harus tetap pelayanan bagi Tuhan dan jangan menjadi Gratis berPariwisata di Indonesia dan di Mana-mana.

    Tuhan Yesus hanya membalikkan meja-meja penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati. Ini bisnis Forex zaman itu. Foreign Exchange.Tukar Uang entah mereka dari Negara mana tetapi tak dapat mempersembahkan binatang kurban sebab semua itu harus dibeli dengan Currency khusus, uang Bait Allah Israel. A fine and a holy business, isn`t it? Pasti ada hubungannya dengan Otoritas Keuangan di atasnya. Saya bayangkan mata uang Mesir, Mesopotania, Siria, Arab tetapi belum ada Amerika Serikat sebab masih jauh pertumbuhan ke arah itu. Maka tak heran bahwa karena memulai Nice and Holy Bunsiness seperti ini, Orang -Orang Yahudi menguasai Wall Street di New York dan Pasar Modal Mondial, serta bahkan Bisnis Mortgage. Luar biasa bukan?
    Uang dan Bait Allah menjadi sama penting. Pengurus bait Allah pastilah para Imam. Mereka juga menjadi kaya dari bisnis persembahan dan forex ini. Mereka yang menetapkan Pasar dan Quota Binatang Korban. Mereka yang menguasai Pasar Sapi, Kambing dan Domba bahkan Unta dan Pembayaran Pajak Bait Allah, semuaharus dalam mata uang yang ditetapkan tentunya. Kalau ada perang antara satu Negara dengan Israel bisnis suci ini kelihatannya tak pernah terhalang. Selalu ada jalan untuk mendatangkan binatang korban ke Bait Allah. Saya bayangkan seperti di Indonesia, halaman belakang pembenahan semua sampah pengorbanan pasti ramai sebab pasti banyak left-overs di sana. Para Imam pasti tahu memilih korban terbaik bukan? Namanya juga bisnis daging dan darah, pasti banyaklah hal yang menguntungkan.

    Tuhan Yesus mengusir orang berjual beli di sana. Ia juga tidak memperbolehkn orang membawa barang dagangan melintasi halaman Bait Allah. Ini termasuk pedagang asongan. Atau kalau sedikit dan biasanya amat nakal, mereka juga siap menggelar dagangannya lalu sedikit berhalo-halo merek dapat menjual merchandisenya dengan aman. Kalau Satpam Bait Allah melintas, maka dengan sigap mereka membungkus ke dalam sprei besar yang dibawanya semu dagangannya dan berlari ke arah yang aman ke mana Satpam Bait Allah telalu lelah untuk mengejar sampai ke sana. Maklum satpam Bait Allah juga kenal prinsip, kerja biasa atau kerja keras, percuma saja, BAYARANNYA TETAP SAMA. Ngamapin kerja keras, ngapain cape, kalau kerja biasa dan seadanya sudah cukup.

    Tuhan Yesus setelah Razia Penukar dan penjual Mata Uang Asing terhadap Mata Uang Israel dan Bait Allah, berkata:"Rumah-Ku akan disebut Rumah Doa bagi Segala Bangsa, tetapi kamu menjadikannya Sarang Penyamun". Saya sedih juga melihat Grotedoek, bukan Spannedoek bertuliskan Underprice. Rasanya seperti berada di Sarang Penyamun saja. Pertanyaannya, siapakah Penyamunnya?

    Kita harus memastikan bahwa dalam bergereja dan bernegara dan bermasyarakat, kita bukanlah penyamun dalam bentuk apapun. Gereja adalah Rumah Doa. Saya lihat ada juga Gereja Multi Fungsi, Minggu buat Doa dan Ibadah, hari lainnya bagi Bisnis Bridal dan Soundsytem dan lainnya. Very clever bukan? Gereja menjadi Bioskop, lalu putar film layar lebar di dalamnya dengan layar yang mungkin malah terlau sempit. Tetapi uangnya harus tetap masuk, per kursi seperti nonton di Bioskop Moderen yang kursinya dua-duaan. Gereja dan Lelang? Tidak asing juga. Bahkan sering dipaksakan harus diadakan. Yang paling kecil adalah Lelang Kue atau Barang yang Cukupan dengan tarikan per kupon Rp.3.000,-. Sisanya bisa buat kolekte. Eh keluarnya malah borong Mc D. Tuhan ampunilah. Anggota PKP akan berkata, kan persembahan mata uang terkecil. Majalah Gereja dengan Advertensi Jual Mobil, mungkin saja ada. Harus berwarna yah. Atau jual Real Estate. Saya usul lebih baik Penjelasan di mana Rusunawa akan dibuka. Warga Jemaat pasti butuh.

Gereja dan Pertandingan Futsal. Ini berakhir rugi bagi penyelenggara  dan penyandang dana bagi kompetisi seperti itu. Yang malah marak adalah Bridge dan Domino di halaman gereja. Pakai angkat kaki dan rokok tak henti. Suasananya manjadi a la mak, seperti Pasar Malam saja yah. Tak ada lagi minuman Fanta dan Sprite, sudah ke minuman Saguer dan Bir Kaleng. Semakin asyik saja. Terdengarkah nama Tuhan disebut saat itu? Jauh sekali dari menyebut nama Tuhan.

Ditutup dengan Lelang Suara. KMJ harus nyanyi. Entah fals atau bagus, pokoknya harus, harus!. Yang penting Fun. Menyebut nama Tuhan? Bagaimana menyebutnya, kalau lagunya The Moon Represents My Heart nyanyian Theresa Theng? Bagus juga sih, tetapi mungkin lebih bagus diganti dengan Nyanyian The Cross Made The Difference To Me. Memang jadi Kristen harus jadi Beda. Has to make a Difference, more and more to be like Jesus.

Amin.                  





Arsip :

Arsip ..


About Me:

Nama saya Hallie Jonathans. Saya lahir di Depok, pada tanggal 6 Juni 1945.

Setelah tamat STT Jakarta, saya berkecimpung dalam pelbagai kegiatan oikoumenis dan beberapa kegiatan kemasyarakatan. Kegiatan kegerejaan dilakukan secara penuh dalam sebagian besar level pekerjaan gerejawi.

Saya adalah Pendeta Emeritus GPIB, 01 Juli 2010 serta menjabat sebagai Ketua Badan Penasihat Gereja Preotestan di Indonesia (2010-2015).

Nama istri saya: Inneke Jonathans-Huwae. Saya lebih berorientasi ke depan, oleh sebab itu saya terfokus untuk berbagi dalam perkara hari ini dan hari esok.

Terpujilah Tuhan Yesus Kristus.