Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus.
Entah kita sadar atau tidak, kita sudah terbiasa merumuskan tentang hubungan Gereja dan Dunia atau Gereja dengan Masyarakat. Yang ada dalam benak pikiran kita adalah bahwa ada dua wilayah yang hidup berdampingan atau bersebelahan, sebab keduanya memiliki hubungan satu dengan yang lain.
Apabila kristalisasinya kita lihat dalam Pemerintahan Vatikan yang berdampingan dengan Pemerintahan Republik Italia, maka kita akan melihat dua pemerintahan berdampingan. Keduanya terhubung, sebab Paus adalah juga Uskup Roma.
Tetapi bagaimana kita melihat gereja di Indonesia berhadapan dengan Pemerintah NKRI dan Umat Beragama lain yang amat besar jumlahnya? Itulah juga hubungan Gereja dengan Dunia atau Masyarakat. Dua buah entitas yang memiliki keberadaan di tengah umat yang memiliki berbagai agama dan keyakinan, di samping ideology dan pandangan hidup.
Gereja dalam hubungan ini bukan sekedar suatu entitas yang didasarkan kesukarelaan orang yang menjadi percaya untuk berhimpun dalam entitas ini. Persekutuan orang-orang percaya untuk maksud imani atau maksud religius.
Ada unsur pemersatu yang menyebabkan perhimpunan ini merasa sebagai satu kesatuan. Karenba Gereja adalah persekutuan Umat Allah yang telah dipanggil masuk ke dalam persekutuan dengan Allah dan dengan sesama melalui pekerjaan penebusan dari Kristus dan oleh berdiamnya Roh Kudus dalam diri kita, suatu sisa (remnant) yang ditebus dari dunia yang sedang binasa, oleh karena itu segera ingin dibebaskan dari dunia demikian, suatu Umat yang lebih kuat dari dunia ini dan tidak tergantung pada dunia ini.
Kita mencatat bahwa orientasi keberadaan Umat Tuhan atau gereja ini bukanlah Dunia ini tetapi Dunia yang Akan Datang. Dari segi pembebasan atau penebusan pandangan seperti itu wajar, tetapi apabila kita melihat bagaimana rasul Paulus menasihati Titus, maka hal pergi ke Negeri Seberang Sana itu justru ditempatkan pada tujuan antara terakhir sebelum mencapai Tujuan Akhir yaitu ke Surga.
Baiklah kita mencatat bahwa Gereja harus membumi, harus benar-benar meletakkan kakinya di atas bumi ini. Di bumi ini sudah ada Pemerintah. Pemerintah dan orang-orang berkuasa, Rulers and authorities, (archais kai axousiais) adalah lembaga yang baru dalam pandangan Kristiani. Palagi lembaga-lembaga ini dipenuhi oleh orang yang tidak beriman kristiani. Kenyataan demikian tidak berubah sampai hari ini. Gereja harus memiliki sikap tertentu terhadap lembaga-lembaga ini. Sikapnya didasarkan atas pemahaman diri sebagai entitas atau Umat Allah yang herus menyaksikan Injil Tuhan Yesus Kristus itu kepada Dunia.
Biasanya apabila dua lembaga bertemu, maka segera terbitlah perseteruan atau pertempuran yang hendak membuktikan siapa yang lebih kuat atau superior. Tetapi perjumpaan Gereja dengan Masyarakat tidaklah demikian. Rasul Paulus sedini itu menyatakan bahwa Gereja harus memper lihatkan sikap tunduk kepada Pemerintah dan kepa da orang-orang yang bekuasa.Kita juga membacanya dalam Roma 13.
Bahkan penekanan Ganda diberikan dalam Pemerintah dan Otoritas serta Tunduk dan Taat. (kata benda ganda dan kata kerja ganda).
Sikap ini berbeda dengan apa yang ditunjukkan oleh Umat Beragama lain. Apabila dapat mereka justru hendak mendirikan suatu Kekuasaan Pemerintah Agama dan kekuasaan Orang-orang Beragama dipelbagai pimpinan bidang hidup. Tatkala sifat konfrontatif-kompetetif ini menurut perhitungan tak dapat dijalankan, maka sikap Umat Beragama ini adalah mematuhi Pemerintah yang ada. Tetapi itu bukan sikap permanen. Situasi politik kemudian akan menentukan langkah mereka selanjutnya.
Gereja tidak mendambakan kehadiran Pemerintahan Kristen atas semua. Gereja tetaplah gereja. Ia adalah kenyataan Kerajaan Allah yang tidak menampakkan diri secara berkekuasaan dunia seperti Pemerintrah Dunia. Gereja justru diarahkan kepada tindakan sederhana dan yang sangat diperlukan. Suatu hubungan dalam tindakan berbuat baik bagi sesama. Gereja harus menata bagaimana melakukan suatu hubungan sosial yang baik dengan sekitarnya.
Status rohani Gereja yang begitu tinggi di mata Tuhan bukanlah alasan untuk menganggap rendah Pemerintah and Orang Berkuasa. Gereja memerlukannya. Sebab di dalam entitas itu Gereja menyatakn kehadiran dan kesaksiannya. Itu dilakukan pertama-tama oleh Persekutuan atau Umat Percaya itu. Dalam hal apa Gereja tergantung pada Pemerintah dan Orang berkuasa? Dalam pengakuan atas keberadaannya atau existensinya sebagai suatu entitas sosial serta kemakmuran yang juga mau dicapainya serta kebutuhan akan toleransi yang ditegakkan sehingga Gereja tidak dibahayakan olehj sikap yang intoleran atau tidak toleran itu.
Dua hal yang harus dilakukan oleh gereja yakni : tunduk dan taat .Dua lembaga yang dinyatakan untuk ditaati oleh Pemimpin Gereja itu, adalah Pemerintah dan Orang-orang berkuasa.Orang Kristen harus pertama-tama setia terhadap Kristus. Tetapi ia harus juga taat kepada Pemerintah Sipil di mana ia berada. Orang Kristen tidak berdiri mengatasi hukum . Ketaatan akan Hkumum Sipil adalah permulaan bagi pertanggungan-jawaban kita sebagai orang Kristen. Dalam tata kehidupan Demokratis , kita harus berdiri sebagai warga sipil dan bersedia melakukan tugas sipil yang diberikan kepada kita. Kita harus berpegang pada apa yang dinyatakan oleh rasul Petrus dalam Kisah 2:29:"Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia". Kita telah belajar bahwa kehadiran Kristiani adalah kehadiran yang Positif, Aktif , Kritis dan Realistis. Kita harus menyadari bahwa "Hari sudah jauh malam, hampir siang. Sebab itu marilah kita meninggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan, dan mengenakan perleng kapan senjata terang. Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang, dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginan nya"(Roma 13:12-14).
Tetapi apabila Pemerintah menekan agar orang percaya menanggalkan iman percaya kristianinya, atau melakukan dosa, maka orang Kristen harus menolak menaati Pemerintah Sipil ataupun Orang Berkuasa atau Otoritas yang memang tidak beriman Kristiani. Kebenaran (truth) menjadi andalan dari orang percaya.
Tanggungjawab kita adalah tanggungjawab Kewargaan yang Rangkap, yakni Tanggungjwab kehidupan sebagai Warga Kerajaan Surga yang baik dan tanggungjawab sebagai Warga Negara yang baik. Hal in adalah tugas yang dinyatakan oleh baik WCC maupun DGI dahulu, kini PGI.
Dalam rangka tanggungjawab itulah orang Kristen berada di tengah Negara dan melaksanakan tugas Kewarganegaraannya dengan baik. Hal itu dirumuskan dalam "siap untuk melakukan setiap pekerjaan yang baik"(ayat 1). "Pros pan ergon agathon etoimous einai"/ "to be ready to every good work".
Dalam ayat 3 dalam konteks yang tidak mudah dan tidak ramah bahkan bermusuhan dan hendak menghabiskan kekristenan dari bumi, kepada kita diamanatkan :"Janganlah mereka memfitnah, janganlah mereka bertengkar, hendaklah mereka selalu ramah, dan bersikap lemah lembut terhadap semua orang". (ayat 2).
Marilah kita jujur saja, bahwa sebenarnya dalam kehidupan berjemaat kita penuh sekali dengan dua kata kerja negatif, yang mengerikan itu yakni Memfitnah, Bertengkar. Terhadap kenyataan yang memang tidak damai itu kita harus justru bersikap Ramah dan Lemah lembut. Bayangkan apa yang sebenarnya terjadi. Yang terjadi adalah orang Kristen menjadi tidak ramah dan kasar.
Memfitnah disebut dengan kata blasfemein, yang lebih berate berbicara jahat, speak evil. Pernahkah Anda merasakan ada orang yang berkata jahat tentang Anda. Secara soft saya pernah merasakannya. Katanya si Pendeta Emeritus itu khotbah-khotbahnya sulit dimengerti oleh Jemaat. Itu disebar-luaskan oleh teman pendeta rupanya. Dengan stigma demikian, tentu tak ada minat Jemaat mengundang saya berkhotbah. Itu suatu kenyataan yang saya alami. Tetapi marilah kita melihat lebih luas lagi apa artinya berkata jahat atau memfitnah atau menghujat itu. Itu berarti juga melakukan menyalahgunakan, memperlakukan dengan kejam, kasar dan mengkhianati orang lain. Kata itu juga berarti melakukan penghinaan atau insult terhadap orang lain. Hal ini janganlah dilakukan oleh orang Kristen terhadap Pemerintah atau Otoritas yang ada, atau Penguasa Politik yang ada, atau kepada siapapun. Juga dapat berkata-kata secara secara prfan tentang perkara-perkara kudus. Pelbagai sifat Allah kita nyatakan tetapi dengan maksud menghina Allah bahwa sebenarnya hal sebaliknya yang ada pada Allah. Sewaktu orang merasa masih punya kuasa dan kekuatan, maka saat itu mereka mudah menghina Allah, dengan tambahan kata-kata, saya sendiri in adalah anak Pendeta.
Tentang hal bertengkar. Mulanya dimaksudkan dengan bertengkar dengan Pemerintah Sipil (saat itu adalah Pemerintah Kaisar/Kekuasaan Dewa dan Militer Mutlak).Konflik dengan Pemerintah harus dihindari. Hal kedua adalah masuk ke dalam Pertengkaran Politik. Kita amat sering melihat The Jakarta Lawyers Club Show. Saya sebut pertun jukan sebab memang dipertontonkan dengan se ngaja. Pertengkaran dalam Bidang Hukum segera berubah memasuki Pertengkaran Politik antar mereka yang memiliki kedudukan politik karena partai yang dipimpinnya atau fraksi partai di mana ia menjadi anggotanya di DPR dsl. Dalam tahap seperti ini kita memasuki Political Quarrels. Apabila Gereja terlibat dalam Pertengkaran-pertengkaran Politik dengan Partai atau dengan Pemerintah atau Pribadi Otoritas siapapun, maka Gereja menghadapi risiko fatal sebab dapat saja berada dalam pereselisihan atau percekcokan / dispute dengan warganya sendiri atau dengan orang atau pihak lain, dengan demikian menutup ruang dialog dengan Pihak Lain di negeri di mana Gereja melayani.Pertengkaran tidak memajukan jumlah orang yang bertobat, melainkan meningkatkan permusuhan, animosity, (longstanding or deep seated hostility). Mari kita berhenti sejenak di sini. Kita hanya harus menjawab apakah kehiduoan dan praktek kita sebagai Pelayan Tuhan adalah mengurangi atau menambah pertengkaran? Memang semua biasanya tertuju kepada kita sebagai Pelayan Tuhan. Diperlukan doa dan puasa, kata sebagian orang untuk menghilangkan pertengkaran demikian. Lihat selanjutnya apa yang dinyatakan oleh Rasul Paulus kepada Titus.
"Hendaklah mereka selalu ramah, dan bersikap lemah-lembut terhadap semua orang". Sungguh sukar bersikap ramah dan lemah lebut kepada orang yang telah kita usahakan bersikap dan mengajarkan yang baik, tetapi akhirnya terus saja bersikap kasar dan menghina diri kita di hadapan umum. Tetapi apapun kenyataan yang diperbuat orang itu, kepada kita para hamba Tuhan dinyatakan harus ramah dan lemah lembut kepada semua orang. Kita harus memperlihatkan courtesy, sopan dan hormat kepada semua orang/ toward all men. Kata Yunani, prautes diterjemahkan dengan lemah lembut atau gentleness.Jangan lupa menjadi ramah dan memiliki rasa hormat terhadap orang itu. Itu juga berarti memiliki rasa rendah hati. Kata prautes terlalu luyas artinya. Kata ini mencerminkan nilai Kristiani dan kebajikan Kristiani, Christian value and virtue.
Sikap berlawanan terhadap kata prautes itu adalah :
Sifat lekas marah;Irritability;
Sifat Kasar atau Kekasaran dan Kekerasan, ,Harshness;
Sikap sombong/Insolence yang amat dekat dengan kebiasaan kita.
Sikap Angkuh atau Congkak, Arrogance juga termasuk yang harus kita hindari.
Mengapa semua itu berbahaya? Oleh sebab tidak membawa kita pada:
Roh atau sikap tenang,quiete;
Rendah hati/sederhana,modest.
Murah hati/penyayang, kindly;
Kelakuan yang sabar,patient demeanor.
Perilaku Kristiani adalah memperlihatkan secara terus menerus (perpetual demonstration) dari kepercayaan kita yang sempurna dalam Tuhan, dan memilik rasa hormat kepada semua orang, tinggi atau rendah, teman atau musuh, terhadap orang Kristen atau bukan Kristen.
Inilah semangat Kristiani atau "Christian spirit" yang harus kita perlihatkan karena kita adalah orang Kristen. Dengan demikian kita menghadirkan akta-akta penyembuhan sosial, ekonomi and politik serta bahkan menumbuhkan toleransi karena kitalah yang menunjukkan Christian Conducts seperti itu kepada suatu masyarakat yang kita tahu sakit akut secara sosial ,ekonomi, politik dan lainnya. Sikap dasar demikian membantu sesama bangkit dari keterpurukan sosial dll itu. Adakah semua itu terlalu berat bagi kita? Kita harus memraktekkannya dalam lingkungan Jemaat sebelum kiat memraktekkannya di tengah kehidupan bersama dengan orang lain atau masyarakat. Saya dapat menyebutnya sebagai sebuah "Behaviour Conquest", atau "Behaviour Contest". Setiap saat kita terlibat dalam penguasaan itu bukan?
Sekarang kita sampai pada ayat 3 yang menyatakan:"Karena dahulu kita juga hidup dalam:
Kejahilan,/Foolish/Without Intelligence, Anoetoi`
Tidak Taat, /Disobedient.Apeitheis.
Sesat, Led Astray, Planoomenoi.
Menjadi Hamba berbagai-bagai Nafsu dan Keinginan, Slaves for various Passions/Lusts; and Pleasures. (douleuontes epithumias, kai hedonais poikilais)
Hidup dalam Kedengkian dan Iri ,passing our days in Malice and Envy Living; Kakiai kai Fthonooi Diagontes;
Keji , Hateful, Penuh Kebencian; Stugetoi.
Saling Membenci/ Hating One Another; Misountes Allelous.
Itulah semua kehidupan sebelum menjadi Kristen, Pre Christian Life. Bagaimana kalau hal itu terjadi setelah kita menjadi Kristen dan tetap kita pertahankan? Kita dapat berdalih saya ini Kristen, saya ini Pendeta , saya ini Pimpinan Pelkat dst. Saya terpaksa bersikap demikian dst. Semua itu apabila kita pertahankan sebagai The Now Christian Life, akan sangat memalukan dan tidak membawa akibat positif apapun terhadap kehidupan bersama itu.Termasuk tidak berbuah apapun bagi kehidupan demokratis. Kita harus yakin benar bahwa kita telah meninggalkan the Non Christian Conduct or Life itu.
Kini kita masuki ayat 4 sampai 7. Ayat-ayat ini berisi kesaksian tentang seorang yang menjadi Kristen dan terus menerus memperlihatkan kekris tenannya itu.
Kesaksiannya adalah sebagai berikut:
4. Tetapi ketika nyata kemurahan Allah, Juruselamat kita, dan kasih-Nya kepada manusia,
5. Pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh pemandian kelahiran kembali dan oleh pembaha ruan yang dikerjakan oleh Roh Kudus.
6. Yang sudah dilimpahkan-Nya kepada kita, oleh Yesus Kristus, Juruselamat kita,
7. Supaya kita sebagai orang yang dibenarkan oleh kasih karunia-Nya, berhak menerima hidup yang kekal, sesuai dengan pengharapan kita.
Kata Tetapi/But/Hote mempunyai arti yang amat hebat.Ia bukan saja menunjuk kepada tindakan keajaiban yang dilakukan Tuhan atas kehidupan kita yang menyedihkan itu, tetapi juga karena Allah tanpa melihat semua perbuatan kita di masa lalu telah menyelamatkan kita. Itulah kemurahan Allah yang ditunjukkan dan penyelamatan langsung oleh Allah atas kita. Kata kemurahan itu adakah christotes kai he filanthropia epefane(appeared), tatkala itulah Allah telah menyelamatkan kita.